Diduga dengan Cara “Rampok” SKT, Oknum Polisi Penjarakan Masyarakat

0

Advokat Muhammad, SH

sinarbanua.com; BANJARMASIN | MENELISIK Kasus tahun 2013 dan 2016 terkait dugaan pemalsuan segel kembali dipersoalkan. Pasalnya, seorang Advokat/ Pengacara, kembali mengungkapkan, ia bernama Muhammad, SH, diketahui salah seorang yang hak kebebasannya merasa dirampas oleh aparat KEPOLISIAN, karena dituduh telah memalsukan segel.

Muhammad bercerita kepada sejumlah wartawan dalam keterangan persnya, kalau dirinya dan beberapa warga lainnya digiring ke penjara oleh aparat kepolisian Polresta Banjarmasin, dimana mereka bertindak bukan atas dasar hukum tapi dari hasil tindakan yang diduga dilakukan oknum aparat diluar hukum dan kode etik kepolisian sendiri.

Muhammad menduga, saat itu oknum aparat telah “merampok “SKT 112 dan 047, kemudian menuduh masyarakat atas tuduhan pemalsu segel, kemudian dibuatlah BAP tidak sesuai dengan keterangan sebenarnya atau diproses tuduhan tersebut dengan perkara surat palsu (Pasal 263 KUHP) dan berkasnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Banjarmasin dengan proses dipaksakan tanpa ada nya forensik berkaitan ke afsahan tandatangan dalam surat tersebut.

Forensik itu kan merupakan cara untuk membuktikan atau mengungkap kasus guna mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya. Yang perlu ditekankan bahwa forensik adalah cara untuk mendapatkan alat bukti atau alat bantu untuk mendapatkan alat bukti, bukan alat bukti itu sendiri.

Berdasarkan Perkapolri No. 10/2009, untuk membuktikan bahwa palsunya sebuah tandatangan itu harus menyiapkan pembanding 5 tahun ke atas dan 5 tahun kebawah, dari awal tandatangan tersebut.

Alasan dia berani menduga aparat telah memenjarakan masyarakat dengan cara ‘merampok’ SKT tersebut.

Sebab setelah ditelusuri dan diungkap ternyata alat bukti SKT itu disita bukan atas dasar hukum tapi dengan cara tindakan diluar hukum.

“Karena tindakan aparat kepolisian tersebut diluar hukum itulah yang disebut aksi “perampokan” SKT milik masyarakat,” ujarnya.

Ditegaskannya, penyitaan juga diluar hukum. Sebab faktanya hasil Labfor no. 0026/2013 itu tidak ada ditemukan bukti bahwa tanda tangan saudara Mansyah AK sebagai Ketua RT 7 Sungai Lulut Non Identik , yang ada itu hasil Labfor Ditebali.

Diduga hasil labfor ditebali tersebut bukan produk Polri tapi rekayasa mafia diluar institusi polri, berdasarkan bukti itu justru yang palsu adalah hasil Labfor Polri (di tebali).

Sehingga sepanjang tidak ada bukti Non Identik atas pemeriksaan hasil Labfor atas tanda tangan Ketua RT 7 tersebut,maka secara hukum SKT itu tidak palsu/ Identik.

“Akibat SKT legal ( identik ) maka pengaduan Mansyah diduga fitnah, sesat, liar dan mengada ada diluar fakta hukum, atau ilegal,” ucapnya.

Kemudian, hasil Labfor No. 0026/2013 ditemukan ‘Non Identik‘ atas tanda tangan Mantan Lurah Sei Lulut H.Abd Masri juga diduga labfor Polri fitnah dan mengada ada diluar fakta hukum. Sebab beber dia, mantan Lurah tidak pernah merasa keberatan atau dirugikan atas tanda tangannya sebagai pejabat berwenang pembuat SKT tersebut dipalsukan orang atau pihak lain.

Diduga hasil Labfor fitnah tersebut hanya rekayasa dari mafia yang sengaja mendiskreditkan mantan Lurah ditengah publik seolah olah dengan bukti hasil labfor itu mantan Lurah adalah pelaku kejahatan pembuat “segel palsu“.

Dikatakan hasil Labfor no 2924/2016 (ditindas) tanggal 30 Maret 2000, juga diduga palsu / ilegal, sebab hasil labfor tersebut bukan produk polri tapi rekayasa mafia diluar institusi polri

Faktanya, hasil labfor pemeriksaan atas SKT 047 atas nama Asmawi tidak ditemukan Non identik, karena itu sepanjang tidak ada bukti Non identik maka secara hukum SKT tersebut legal.

Apalagi diketahui LP 40/ 2016 atas nama terlapor / tersangka H.Asnawi tersebut nama palsu/ nama hasil kejahatan yang tidak ada kaitan hukum dengan nama H. Asmawi pemilik E KTP.

“Maka disini sangat jelas SKT atas nama Asmawi bukan karena disita tapi dianggap hasil aksI ‘rampok’ oknum,”bebernya.

Katakanlah praktek mafia seperti LP 40 tersebut dianggap ilegal serta SKT atas nama Asmawi dianggap salah sita, salah nama, salah surat dan salah objek hukum terhadap peristiwa tersebut aparat dianggap pelanggaran hukum.

“Berdasarkan fakta tersebut, maka berkas perkara surat palsu dianggap berkas hasil pelanggaran hukum dan ilegal,” katanya.

Sementara Kasi Humas Polresta Banjarmasin, Ipda Sunarmo saat di konfirmasi oleh sejumlah wartawan tidak memberikan komentar panjang, hanya berkata singkat “Kita akan pelajari dulu kasus nya,“ tukasnya. (TIM)

Tinggalkan Balasan